Senin, 08 Oktober 2012

Makna Laa Ilaha Illallah

Laa Ilaha Illallah بسم الله الرحمن الرحيم لا إِلَهَ إِلا اللهُ Di mulai dari yang terpenting Sebuah Pembahasan Tentang Makna Laa Ilaha Illallah dan Konsekuesinya Oleh : Abu Ibrahim Abdullah Bin Mudakir Al – Jakarty Wajib bagi setiap muslim untuk mempelajari ilmu agama ini, terutama hal – hal yang dengan ilmu tersebut seseorang bisa menegakkan agamanya, Imam Ahmad pernah ditanya tentang apa yang diwajibkan atas seorang hamba untuk mempelajarinya, berkata Imam Ahmad Rahimahullah : ” Ilmu yang dengan nya seseorang bisa menegakkan agamanya, ditanyakan kepada beliau seperti apa,? beliau menjawab ilmu yang seseorang tidak boleh bodoh darinya, seperti sholat, zakat, dan shoum (puasa) dan yang semisalnya.” ( Silahkan lihat Kitab Al-Furuq, Ibnu Muflih 1/525, Hasiyah Al – Ushulus Tsalasah Ibnul Qasim ) Sebelum itu ada kewajiban yang paling agung yang kita harus memahami dan mempelajarinya yaitu tauhid, kewajiban yang terpenting dari yang terpenting lainnya, berkata Syaikh Sholeh Al-Fauzan Hafidzahullah : ” Dan (mempelajari tauhid) perkara yang sangat penting, mempelajari atau memahami tauhid lebih ditekankan atas kamu dari mengetahui hukum sholat, zakat, ibadah-ibadah dan seluruh perkara agama lainnya. Dikarenakan mempelajari perkara ini adalah yang pertama dan pondasi, dikarenakan sholat, zakat, haji, dan selainnya dari ibadah-ibadah tidaklah sah apabila tidak dibangun atas dasar aqidah yang benar dan itulah tauhid yang murni untuk Allah Azza wajalla “ ( Syarh Qawaidul ‘Arba : 6 ) Dan diantara materi tauhid yang paling agung adalah penjelasan tentang makna Laa Ilaha Illallah, bahkan kalimat َ Laa Ilaha Illallah adalah tauhid itu sendiri. Dan pengetahuan tentang makna Laa Ilaha Illallah adalah kenikmatan yang sangat agung, sebagaimana yang dikatakan oleh Sufyan Bin Uyainah Rahimahullah : ” Tidaklah Allah memberi nikmat atas seorang hamba dari hambanya yang lebih besar dari pengetahuan mereka tentang makna Laa Ilaha Illallah “ ( Kalimatul Ikhlas Ibnu Rajab : 103 ). Oleh karena itu kita harus bersemangat memahami kalimat yang agung ini, kalimat yang menjadi sebab manusia diciptakan, para Rasul diutus, kitab – kitab diturunkan, dan karena sebab kalimat inilah terbagi manusia menjadi orang – orang yang beriman dan orang – orang kafir, kebahagian bagi penduduk surga dan penderitaan bagi penduduk neraka, kalimat Laa ilaha illallah adalah urwatul wutsqa (tali yang kokoh), kalimat Laa ilaha illallah adalah rukun yang sangat agung dari agama dan cabang yang sangat penting dari keimanan, dan kalimat Laa ilaha illallah adalah jalan meraih surga dan selamat dari neraka. ( Silahkan lihat Fiqh AL Ad’iyah Wal Adzkar Syaikh Abdul Razzaq Bin Abdul Muhsin Al Badr : 168, Dar Ibnu Affan ) Maka dari itu sangatlah mendesak bagi kita untuk memahami makna Laa ilaha illallah dengan pemahaman yang benar. Berkata Syaikh Zaid Bin Muhammad Al – Madkholi Hafiidzahullah : ” Wajib atas setiap muslim dan muslimah supaya mereka mempelajari rukun dan syarat Laa ilaha Illallah secara global dan jelas ” ( Syarh Al-Ushulus Tsalasah, Syaikh Zaid : 36 ) Keutamaan Laa Ilaha Illallah Sebelum menjelaskan makna Laa ilaha illallah, alangkah pentingnya bagi kita untuk mengetahui keutamaan Laa ilaha lllallah. Keutamaan Laa Ilaha Illallah sangatlah banyak diantaranya adalah : 1. Sebab Keberuntungan dan kebahagian, Sebagaimana sebuah hadist, dari Thariq Al Mahariby Radiyallahu ‘Anhu berkata, saya melihat Rasululloh Shalallahu ‘alaihi wassalam berjalan di pasar dzil madzaz (nama sebuat tempat), memakai baju merah, dan beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda : ” Wahai manusia katakanlah oleh kalian Laa Ilaha Illallah supaya kalian beruntung “ ( HR. Ibnu Khuzaimah di dalam shahihnya dengan sanad shahih han dishahihkan oleh Syaikh Muqbil didalam shahihul Musnad jilid 1 hal : 535 ) 2. Diantara keutamaanya bahwasannya kalimat Laa Ilaha Illallah sesuatu yang paling berat timbangannya. Sebagaimana sebuah hadist, dari Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “ Sesungguhnya Allah akan membersihkan seseorang dari umatku pada hari kiamat, dibentangkan baginya 99 sijjil (catatan amal) masing-masing sijjil sepanjang pandangan mata. Lalu dikatakan kepadanya: ‘ adakah sesuatu yang kamu ingkari dari hal ini, apakah malaikat pencatatku yang terjaga mendzolimimu’ ? Ia menjawab: ‘Tidak wahai Rabbku’. Kemudian ia ditanya, apakah kamu punya (udzur) alasan atau kebajikan?’ ia menggelengkan kepalanya (menunjukkan tidak punya) lalu menjawab tidak punya wahai Rabb.’ lalu ia diberi tahu: ‘Sesungguhnya kamu memiliki kebajikan di sisi Kami dan kamu tidak akan didzalimi sedikitpun pada hari ini, kemudian dikeluarkan baginya sebuah bithaqah (kartu yang berisi catatan amal) yang di dalamnya tertulis -Asyhadu anlaailaha illallah wa asyhadu anna muhammadarrasulullah-‘ maka dikatakan ” hadirkanlah dan timbanglah bitaqah tersebut’, Maka ia berkata: Wahai Rabb apa arti dari bithaqah (kartu) ini di banding dengan sijjil (lembaran) ini’ Dikatakan kepadanya: ‘Engkau tidak akan didzalimi sedikitpun dan diletakkan sijjil (lembaran-lembaran) pada sebuah daun timbangan dan bitaqah (kartu catatan amal Laa Ilaha Illallah) pada daun timbangan lainnya, terangkatlah sijjil dan menjadi beratlah bitaqah, tidak ada yang lebih berat bersama nama Allah sesuatu apapun.” ( HR Tirmidzi, didalam sunannya dan Ibnu Majah dengan sanad shahih, di shahihkan oleh Syaikh Muqbil didalam shahihul musnad jilid : 1 hal : 535 ) 3. Diantara keutamaan Laa ilaha illallah sebab dikeluarkan dari neraka, Sebagaimana dalam sebuah hadist, dari Anas bin Malik Radiyallahu ‘Anhu, bahwasanya Nabi Shalallahu ‘alahi Wassalam bersabda : ” Di keluarkan dari neraka bagi orang yang berkata Laa ilaha illallah dan didalam hatinya terdapat seberat biji sawi dari kebaikan dan dikeluarkan dari neraka bagi orang yang berkata Laa ilaha illallah dan didalam hatinya ada kebaikan seberat biji tepung dan dikeluarkan dari neraka bagi orang yang didalam hatinya ada kebaikan sebesar biji – bijian ” ( HR. Bukhari No : 44 dan Muslim No : 193 ) 4. Diantara keutamaan Laa Ilaha Illallah sebab selamat dari neraka. Sebagaimana dalam sebuah hadist dari Ubadah Bin Shamit Radiyalallahu ‘Anhu berkata, saya mendengar Rasulullah Shalalahu ‘Alahi Wassalam bersabda, : ” Barangsiapa yang bersaksi Tidak ada ilah ( sesembahan ) yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad utusan Allah maka diharamkan atasnya neraka .” ( HR. Muslim No : 29 ) 5. Diantara keutamaan Laa Ilaha Illallah sebab dimasukkan dalam surga. Sebagaimana sebuah hadist dari Usman Bin Affan Radiyallahu ‘Anhu berkata, Rasulullah Shalalahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : ” Barangsiapa yang mati dan ia mengetahui makna Laa ilaha illallah maka ia masuk surga “ ( HR. Muslim No : 26 ) Keutamaan Laa ilaha illallah ini tidaklah didapat kecuali bagi yang mengucapkan Laa ilaha illallah, memahami maknanya dan mengamalkan konsekuensinya. Adapun bagi yang mengucapkan tanpa mengetahui maknanya dan mengamalkan konsekuensinya maka ia tidak mendapatkan keutamaan Laa ilaha illallah, bahkan keislamannya tidak sah disisi Allah. Naudzubillah. Berkata Syaikh Sulaiman Bin Abdullah Alu Syaikh Rahimahullah : ” Barangsiapa yang bersaksi Laa ilaha illallah yaitu yang mengucapkan kalimat ini, mengetahui maknanya, mengamalkan konsekuensinya secara dzohir dan bathin, sebagimana yang di tunjukkan dalam firman Allah Ta’ala فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا اللهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالمُؤْمِنَاتِ ” Maka ketahuilah, bahwasanya tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah kecuali Allah dan mohon ampunlah atas dosamu dan dosa orang – orang beriman laki-laki dan perempuan” . ( Qs. Muhammad : 19 ), إِلا مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ ” kecuali orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka mengilmui”. ( Qs. Adzukruf : 86 ), adapun mengucapkannya tanpa mengetahui maknanya dan tidak mengamalkan konsekuensinya, maka yang demikian itu tidaklah bermanfaat menurut kesepakatan Ulama ” ( Taisirul Azizul Hamiid Syarh Kitab Tauhid : 51 ) Oleh karena itu sangatlah mendesak bagi kita untuk memahami makna Laa laha llallah, insya Allah akan di bahas disini secara sederhana dan ringkas. Makna Laa Ilaha Illallah Makna Laa ilaha illallah adalah tidak ada ilah ( sesembahan ) yang berhak disembah kecuali Allah, adapun sesembahan selain Allah sesembahan yang bathil, tidak berhak untuk disembah. Berkata Syaikh Ibnu Baaz Rahimahullah : Makna syahadat Laa Ilaha Illallah adalah lama’buda bihaqin ilallah ( Tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah kecuali Allah ) ( Syarh Al – Ushulus Stalasah : 59 ) Seseorang dikatakan memahami makna Laa ilaha illallah, jika dia mengetahui bahwasanya hanya Allah sematalah yang berhak disembah dengan berbagai macam ibadah, selain Allah tidak berhak untuk disembah dengan satu macam ibadah apapun dan siapapun orangnya. Dia tidak berdoa kecuali hanya kepada Allah, dia tidak takut dengan takut ibadah kecuali hanya kepada Allah, dia tidak bertawakal kecuali hanya kepada Allah, seluruh ibadahnya dia serahkan hanya untuk Allah semata. Inilah penafsiran yang benar dari makna Laa ilaha illallah, yang ditafsirkan oleh para ulama ahlus sunnah wa jama’ah, yaitu Tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah kecuali hanya Allah semata. Hal ini perlu diperhatikan karena disana ada penafsiran yang salah, sebagimana yang disebutkan oleh Syaikh Sholeh Al – Fauzan di dalam kitabnya, Aqidah Tauhid. Penafsiran Makna Laa ilaha illallah yang salah itu diantaranya : 1. Lama’buda Illah ( Tidak ada sesembahan kecuali Allah ) penafsiran seperti ini penafsiran bathil dikarenakan maknanya setiap yang disembah baik itu hak atau yang bathil adalah Allah. 2. Laa Kholiqo Illallah ( Tidak ada pencipta kecuali Allah ) Penafsiran seperti ini hanya bagian dari makna Laa ilaha illallah bukanlah yang diinginkan dari penafsiran kalimat ini. Karena penafsiran ini tidaklah menetapkan kecuali tauhid rububiyah semata. Dan itu tidaklah cukup karena tauhid jenis ini diakui oleh orang – orang musyrik. 3. Laa Haakimiiyatu Illallah ( Tidak ada yang menetapkan hukum kecuali Allah ) Penafsiran seperti ini hanyalah bagian dari makna Laa ilaha illallah. Bukan ini penafsiran yang diiginkan dari makna ini, dikarenakan penafsiran seperti ini tidaklah cukup. Misalnya jika dia mentauhidkan Allah didalam masalah hukum saja, tetapi berdoa kepada selain Allah atau memalingkan ibadah kepada selainnya maka tidaklah dikatakan muwahid (orang yang mentauhidkan Allah). Dan setiap penafsiran diatas adalah penafsiran bathil dan kurang. Saya ingatkan penafsiran – penafsiran diatas dikarenakan terdapat disebagian kitab – kitab yang beredar ” ( Silahkan lihat Aqidah Tauhid, Syaikh Sholeh Al-Fauzan : 50 – 51 ) Dari keterangan di atas jelaslah bagi kita bahwa makna Laailahaillallah adalah Tidak ada Ilah ( sesembahan ) yg berhak disembah kecuali Allah. Adapun menafsirkan kalimat Laailahaillallah dengan makna ‘Tidak ada tuhan selain Allah, Tidak ada yang mengatur selain Allah, ‘Tidak ada pencipta selain Allah adalah kurang dan menyelisihi Al Quran dan Sunnah. Rukun Laa Ilaha Illallah Kalimat Laailahaillallah memiliki 2 (dua) rukun, yaitu: 1. An-Nafyu (meniadakan) terletak pada kalimat ( Laailaha) Artinya meniadakan seluruh sesembahan selain Allah Ta’ala. Dan mengkafiri sesembahan selain Allah. ( mengkafiri perbuatan peribadahan kepada selain Allah, orang yang menyembah selain Allah, orang yang disembah selain Allah yang ia ridho terhadap penyembahannya tersebut ). 2. Al-Itsbaat ( menetapkan ) pada kalimat ( Illallah ) artinya menetapkan hanya Allah sematalah yang berhak disembah. Dan mengamalkan konsekuensi tersebut. Dalil dua rukun ini adalah Firman Allah Ta’ala فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى ” Barangsiapa ingkar kepada thagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus “ ( Qs. Al Baqarah : 256 ) Perkataan Ini ( فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ ) makna rukun yang pertama ( Laa Ilaha ) perkataan ( وَيُؤْمِنْ بِاللهِ ) makna rukun yang kedua ( Illallah ) Allah Ta’ala berfirman إِنَّنِي بَرَاءٌ مِمَّا تَعْبُدُون إِلا الَّذِي فَطَرَنِي فَإِنَّهُ سَيَهْدِينِ ” Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu sembah, kecuali Allah yang menciptakan ku “ ( Qs. Ibrahim : 26 – 27 ) Perkataan Ini ( إِنَّنِي بَرَاءٌ ) makna rukun yang pertama (Laa Ilaha ) perkataan ( إِلا الَّذِي فَطَرَنِي ) makna rukun yang kedua ( Illallah ) ( Kitab Aqidah Tauhid Syaikh Sholeh Al Fauzan Hal : 40 – 41 ) Seorang hamba harus memenuhi dua rukun ini didalam pengucapan kalimat Laa ilaha illallah nya. Syarat Laa Ilaha Illallah Sebagaimana dari hasil penelitian dalil – dalil Al – Qur’an dan As – Sunnah bahwa syarat Laailahaillallah ada ada tujuh syarat sebagaimana akan disebutkan disini. [1] Ilmu (Mengilmui maknanya) yang meniadakan kebodohan [2] Yakin yang meniadakan syak (keragu-raguan) [3] Ikhlas yang meniadakan syirik [4] Shidq ( jujur ) yang meniadakan dusta [5] Mahabbah ( cinta ) yang meniadakan benci [6] Inqiyad ( tunduk ) yang meniadakan sikap meninggalkan [7] Qabul ( menerima ) yang meniadakan sikap menentang ( Silahkan lihat Aqidah Tauhid Syaikh Shalih Al Fauzan Al – dan Wajibat ) Penjelasan Syarat Laa Ilaha Illallah Perlu diketahui bahwasanya yang di inginkan dari syarat Laa ilaha illallah ini, bukanlah sekedar di hapal semata tanpa ada pengamalan secara dzohir dan bathin. Karena tidaklah bermanfaat pengetahuan seseorang tentang syarat Laa ilaha illallah atau bahkan menghafalnya tetapi tidak terkumpul ke tujuh syarat ini pada amalan mereka. ( Silahkan lihat Tanbihaat Al Mutahatimaat Al Ma’rifat ‘ala Kulli Muslimin wa Muslimat, Ibrahim Bin Syaikh Sholih Al – Qar’awi : 41 Darus Shamiy ) Berkata Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Abdullah Ar – Rajihiy Hafidzahullah : ” Barangsiapa yang berkata Laa ilaha illallah dengan lisannya dan tidak memenuhi syaratnya dari ikhlas, shidq (jujur), mahabbah (cinta) dan inqiyad (tunduk) maka dia seorang musyrik. Dan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : ” Barangsiapa yang berkata tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah kecuali Allah dan mengkafiri sesembahan selain Allah maka diharamkan hartanya, darahnya dan perhitungannya disisi Allah “. Dan hal ini yaitu tidak mengkafirkan apa – apa yang disembah selain Allah, merupakan bentuk dia tidak mendatangkan syarat-syarat kalimat ini, kalimat Laa ilaha illallah yang dia ucapkan dengan lisannya di batalkan oleh perbuatannya. ( As’ilatu Wa’ajwibatu Fil Iman wal Kufri, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Abdullah Ar – Rajihiy dan lain – lain : 45 ) Syarat pertama : Ilmu Yaitu mengilmui makna Laa ilaha illallah, dari apa – apa yang di nafikan (ditiadakan) dari sesembahan selain Allah dan mengistbatkan (menetapkan) hanya Allah sematalah yang berhaq untuk disembah. Lawan dari syarat ilmu ini adalah al – jahl (bodoh) yaitu bodah dari pengetahuan tentang makna Laa ilaha illallah. Allah Ta’ala berfirman, فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ “ Maka ilmuilah (ketahuilah), bahwa sesungguhnya tidak ada ( ilah ) sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah.” (QS. Muhammad :19) Inti ayat ini dijadikan dalil bahwa ilmu syarat Laa ilaha illallah adalah ayat ini dimulai dari perintah untuk mengilmui kalimat Laa ilaha illallah, didahulukan ilmu dari ucapan dan perbuatan, hal ini menunjukkan ilmu merupakan syarat Laa ilaha illallah Begitu juga Allah Ta’ala berfirman, إِلا مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ “ Kecuali orang yang bersaksi yang haq (laa ilaha illallah) dan mereka menglimuinya ” ( QS. Az Zukhruf: 86 ) Inti ayat ini dijadikan dalil bahwa ilmu syarat Laa ilaha illallah adalah pada ayat ini ( شَهِدَ بِالْحَقِّ ) ” bersaksi yang hak ( Laa ilaha illallah ) dengan syarat ilmu (يَعْلَمُون َ ) mereka mengetahui makna yang terkandung didalamnya. Dari ‘Utsman Bin Affan Radiyalallahu ‘Anhu , beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Barang siapa yang mati dalam keadaan mengilmui (mengetahui) bahwa tidak ada ( ilah ) sesembahan yang berhaq disembah kecuali Allah, maka dia akan masuk surga.” ( HR. Muslim No : 26 ) Disyaratkan pada hadist ini, orang yang mengucapkan Laa ilaha illallah masuk surga dengan syarat mengilmui maknanya. Syarat kedua : Yakin Yakin adalah hilangnya keraguan, yang demikian itu karena kuat dan sempurnanya ilmu. Seseorang yang megucapkan kalimat Laa Ilaha Illallah harus yakin terhadap kandungan kalimat ini dengan keyakinan yang kokoh yang tidak tercampur oleh keraguan. Adapun lawan dari yakin adalah Syak (keraguan), yaitu ragu terhadap kalimat ini. Naudzubillah. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman, إِنَّمَا المُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللهِ أُوْلَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ “ Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” ( QS. Al Hujurat : 15 ) Inti ayat ini dijadikan dalil bahwa yakin syarat Laa Ilaha Illallah adalah disyaratkan pada ayat ini kejujuran keimanan seseorang kepada Allah dan Rasul Nya dengan tidak dicampuri keraguan (tidak ragu-ragu يَرْتَابُوا ) yang merupakan lawan dari yakin. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “ Barangsiapa yang bersaksi bahwa tidak ada yang ilah ( sesembahan ) yang berhak di sembah kecuali Allah dan aku adalah utusan Allah. Tidak ada seorang hamba pun yang bertemu Allah (meninggal dunia) dengan membawa kedua persaksian tersebut dalam keadaan tidak ragu-ragu kecuali Allah akan memasukkannya ke surga.” ( HR. Muslim no. 31) Pada hadist ini disyaratkan orang yang mengucapkan Laa Ilaha Illallah yang menjadi sebab dimasukkannya kedalam surga, dengan syarat tidak ada keraguaan di dalam hatinya. Jika tidak ada syarat maka tidak ada yang disyaratkan. Syarat Ketiga : Ikhlas Syarat yang ketiga adalah ikhlas yang meniadakan kesyirikan, kenifaqkan, riya dan sum’ah. Ikhlas adalah membersihkan amal dengan membersihkan niat dari seluruh kotoran syirik. وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan ikhlas (memurnikan) keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus.” ( QS. Al Bayyinah : 5 ) Inti ayat ini dijadikan dalil bahwa ikhlas syarat Laa Ilaha Illallah adalah pada perkataan (dengan ikhlas مُخْلِصِينَ ), yaitu tidaklah mereka diperintahkan untuk beribadah kecuali hanya kepada Allah semata dengan mengikhlaskan ketaatan kepada Nya. Hal ini menunjukkan bahwa ikhlas syarat dari Laa Ilaha Illallah. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ” Orang yang berbahagia karena mendapat syafa’atku pada hari kiamat nanti adalah orang yang mengucapkan laa ilaha illallah dengan ikhlas dalam hatinya atau dirinya.” ( HR. Bukhari no. 99 ) Pada hadist ini terkandung bahwa ikhlas adalah syarat kalimat laa ilaha illallah. Dikarenakan tidaklah seseorang mendapat syafaat Nabi di akhirat kelak kecuali bagi orang yang mengucapkan laa ilaha illallah dengan syarat ikhlas dari hatinya. Dari Itban Bin Malik Radiyallahu ‘Anhu berkata, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : ” Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan laa ilaha illallah karena mengharap wajah Allah ” ( HR. Bukhari No : 415 ) Pada hadist ini Allah mengharamkan bagi orang yang mengucapkan laa ilaha illallah neraka, dengan syarat di ucapkan dengan niat yang ikhlas mencari wajah Allah semata. Hal ini menunjukkan Ikhlas merupakan syarat laa ilaha illallah. Syarat Keempat : Shidq (jujur) Syarat yang keempat ini adalah jujur, kejujuran yang meniadakan kedustaan. Maka orang yang mengucapkan laa ilaha illallah diharuskan jujur didalam hatinya, sesuai antara ucapan dan hatinya, adapun jika mengucapkan laa ilaha illallah sementara hatinya mendustakan hal ini seperti kondisi orang munafiq. Naudzubillah Allah Ta’ala berfirman الم أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ ” Alif Laam Miin, Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan ” Kami telah beriman”, dan mereka tidak di uji. Dan sungguh, Kami telah menguji orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang – orang yang benar dan pasti mengetahui orang – orang yang dusta” ( Qs. AL – Ankabut : 1 sd 3 ) Allah mengkhabarkan pada ayat yang mulia ini, sebuah sunatullah bagi orang yang mengaku beriman akan di uji, untuk menunjukkan kejujuran imannya, apakah ia seorang yang jujur atau seorang yang dusta dalam keimanannya. Maka shidq (jujur) merupakan syarat dari keimanan kepada Allah Dari Muadz Bin Jabbal Radiyallahu ‘Anhu berkata, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : ” Tidaklah seseorang bersaksi bahwa tidak ada ( ilah ) sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya dengan kejujuran dari dalam hatinya, kecuali Allah akan mengharamkan neraka baginya.” ( HR. Bukhari no. 128 Muslim : 32 ) Disyaratkan pada hadist ini orang yang mengucapkan laa ilaha illallah yang diharamkan atasnya neraka, bagi orang yang mengucapkannya yang bersumber dari hati yang jujur. Syarat Kelima : Mahabbah ( cinta ) Yaitu mencintai kalimat ini dan mencintai kandungan kalimat ini. Mahabbah ( cinta ) dibagi menjadi dua : Mahabbah ( cinta ) yang hukumnya wajib : Yaitu mahabbah yang seorang tidak dihukumi sebagai seorang muslim kecuali ada pada dirinya, seperti mencintai Allah, mencintai perkara yang Allah wajibkan padanya dan meninggalkan apa yang diharamkan baginya. Maka jika seseorang pada dirinya tidak ada Mahabbah jenis ini secara keseluruhan atau mahabbah yang tidaklah dikatakan seseorang sebagai seorang muslim kecuali ada mahabbah tersebut pada dirinya. Adapun jika meremehkan sebagian dari kewajiban yang bukan termasuk jenis mahabbah yang merupakan syarat sah keislaman seseorang maka berkuranglah keimanannya sesuai peremahan kewajiban yang ia lakukan. Mahabbah ( cinta ) sunnah : Yaitu cinta yang menjadi pendorong dia melakukan perkara sunnah. Adapun mahabbah ( cinta ) yang dimaksud disini adalah mahabah yang merupakan syarat sah keislaman seseorang. Allah Ta’ala berfirman وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ ” Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan – tandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.” ( QS. Al Baqarah : 165 ) Inti ayat ini dijadikan dalil bahwa mahabbah (cinta) syarat Laa Ilaha Illallah adalah bahwasanya mahabbah ( cinta ) adalah ibadah yang sangat agung, yang seseorang tidaklah dikatakan sebagai orang beriman kecuali dengannya. Dari Anas Bin Malik Radiyallahu ‘Anhu berkata, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : ” Tiga perkara yang jika ada pada diri seseorang akan merasakan manisnya iman, Allah dan Rasul Nya lebih di cintai dari selain keduanya, tidak mencintai seseorang kecuali karena Allah, membenci kembali kepada kekafiran setelah Allah menyelamatkan darinya sebagaimana bencinya jika dimasukkan kedalam neraka.” ( HR. Bukhari no : 16 dan Muslim no 43 ) Tidaklah seseorang mendapatkan manisnya iman kecuali mencintai Allah dan Rasul Nya melebihi dari kecintaannya kepada yang lain. Syarat Keenam : Inqiyad ( tunduk ) Allah Ta’ala berfirman وَمَنْ يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى ” Dan barangsiapa berserah diri kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikkan maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul ( tali ) yang kokoh “. ( Qs. Luqman : 22 ) Inti ayat ini dijadikan dalil dari inqiyad ( tunduk ) syarat Laa Ilaha Illallah adalah pada perkataan ( berserah diri kepada Allah وَمَنْ يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللهِ ). Jika tidak ada syarat maka tidak ada yang disyaratkan. Jika seseorang tidak mendatangkan syarat inqiyad pada dirinya maka tidak ada yang disyaratkan yaitu tidak ada islam pada dirinya ( islamnya tidak sah ) Syarat Ketujuh : Qabul ( menerima ) Syarat yang ketujuh adalah Qabul ( menerima ), yaitu menerima kandungan makna yang terkandung dari kalimat ini, dari meniadakan dengan hati dan lisannya sesembahan selain Allah dan menetapkan hanya Allah sematalah yang berhak disembah. Lihatlah pada firman Allah ta’ala, وَكَذَلِكَ مَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ فِي قَرْيَةٍ مِنْ نَذِيرٍ إِلَّا قَالَ مُتْرَفُوهَا إِنَّا وَجَدْنَا آبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آثَارِهِمْ مُقْتَدُون قَالَ أَوَلَوْ جِئْتُكُمْ بِأَهْدَى مِمَّا وَجَدْتُمْ عَلَيْهِ آبَاءَكُمْ قَالُوا إِنَّا بِمَا أُرْسِلْتُمْ بِهِ كَافِرُونَ فَانتَقَمْنَا مِنْهُمْ فَانظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ المُكَذِّبِينَ “Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatanpun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka”.(Rasul itu) berkata: “Apakah (kamu akan mengikutinya juga) sekalipun aku membawa untukmu (agama) yang lebih (nyata) memberi petunjuk daripada apa yang kamu dapati bapak – bapakmu menganutnya?” Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami mengingkari agama yang kamu diutus untuk menyampaikannya.” Maka Kami binasakan mereka maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu.” ( QS. Az Zukhruf : 23-25 ) Di jelaskan pada ayat ini bahwasannya mereka menolak kebenaran yaitu lawan dari syarat Laa ilaha illallah qabul ( menerima ) kebenaran maka Allah mengadzabnya. Perbedaan Inqiyad ( tunduk ) dan Qabul ( menerima ) Qabul lebih umum dari inqiyad, setiap inqiyad pasti qabul tidak setiap qabul pasti inqiyad. Atau inqiyad mengikuti dengan perbuatan Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang aku bawa dari Allah adalah seperti air hujan lebat yang turun ke tanah. Di antara tanah itu ada yang subur yang dapat menyimpan air dan menumbuhkan rerumputan. Juga ada tanah yang tidak bisa menumbuhkan rumput (tanaman), namun dapat menahan air. Lalu Allah memberikan manfaat kepada manusia (melalui tanah tadi, pen); mereka bisa meminumnya, memberikan minum (pada hewan ternaknya, pen) dan bisa memanfaatkannya untuk bercocok tanam. Tanah lainnya yang mendapatkan hujan adalah tanah kosong, tidak dapat menahan air dan tidak bisa menumbuhkan rumput (tanaman). Itulah permisalan orang yang memahami agama Allah dan apa yang aku bawa (petunjuk dan ilmu, pen) bermanfaat baginya yaitu dia belajar dan mengajarkannya. Permisalan lainnya adalah permisalan orang yang menolak (petunjuk dan ilmu tadi, pen) dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku bawa.” (HR. Bukhari no. 79 dan Muslim no. 2282 ) Pada hadist ini dijelaskan orang yang tidak menerima kebenaran secara keseluruhan dengan berpaling dan meninggalkannya maka dialah orang kafir jika hujah ( penjelasan ) telah tegak padanya. Karena dia tidak mendatangkan salah satu syarat Laa Ilaha Illallah yaitu Qabul (menerima). ( Silahkan lihat Tanbihaat Al Mutahatimaat Al Ma’rifat ‘ala Kulli Muslimin wa Muslimat, Ibrahim Bin Syaikh Sholih Al – Qar’awi : 41 Darus Shamiy, Shahihul Minal Atsar Fi Khutbatil Mimbar, Faishol Haasidy : 61, Thoriqatul Wusuli ila Idhoohis stalasatil Ushul syaikh Zaid Al Madkholi : 36-41, Al Qaulul Mufid Fi Adilatit Tauhid Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab Al Whusoby ) Konsekuensi Laa Ilaha Illallah Yaitu dengan meninggalkan ibadah kepada selain Allah dari apa – apa yang disembah. Hal ini terdapat pada perkataan kita ( Laa ilaha ) dan beribadah hanya kepada Allah semata, hal ini terkandung pada kalimat ( Illallah ). Adapun dalil hal ini banyak sekali diantara nya adalah firman Allah Ta’ala وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ ” Dan Rabbmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah kecuali Dia ” ( Qs. Al Israa : 23 ) وَاعْبُدُوا اللهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ” Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan Nya dengan sesuatu apapun “ ( Qs. An – Nisa’ : 36 ) ( Al Qaulul Mufid Fi Adilatit Tauhid Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab Al Whusoby : 34 )

Surat dari istri untuk suami

Surat Dari Istri Untuk Para Suami Posted on 15 Mei 2011 | Tinggalkan Komentar Wahai suamiku…, kutulis surat ini dengan kehangatan cinta dan kasih sayang kepadamu. Semoga Allah senantiasa menjaga kita. Wahai Suamiku, engkau adalah pemimpin rumah tangga kita, aturlah kami dengan aturan Allah, pimpinlah kami untuk taat kepada-Nya, bimbinglah kami terhadap apa yang maslahat (baik) untuk kami. Insya Allah engkau akan mendapatiku dan anak-anak menghormatimu, memuliakanmu dan taat kepadamu. Itulah kewajiban sebagai seorang yang dipimpin kepada yang memimpin. Allah Ta’aalaa berfirman : الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita.” (Qs. an-Nisa’:34) وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ “Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi, para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Qs. al-Baqarah : 228) Wahai suamiku, engkau adalah anugerah dan kenikmatan yang besar yang Allah karuniakan kepadaku. Ketika banyak para wanita yang belum menikah, Allah mengaruniakanku seorang suami shalih -Insya Allah- seperti dirimu. Ketika banyak dari para wanita yang mempunyai suami yang tidak memperhatikan agama istrinya, Allah memberikanku seorang suami yang selalu menyemangatiku untuk hadir ke majelis-majelis ilmu. Ketika banyak suami yang acuh-tak-acuh dengan perbuatan-perbuatan istrinya yang salah, Allah memberikan kepadaku seorang suami yang selalu menasehatiku. Ketika banyak suami yang tak peduli halal dan haram ketika ia mencari rezeki, Allah memberikan kepadaku seorang suami yang merasa cukup dengan yang halal. Banyak lagi kebaikan dan keutamaanmu, apakah pantas bagiku untuk tidak bersyukur kepada Allah atas nikmat dirimu, apakah pantas bagiku untuk tidak berterima kasih kepadamu dengan segala kebaikanmu, kasih sayangmu, perhatianmu, jerih payahmu untuk diriku… Allah Ta’aala berfirman : وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ “Dan (ingatlah juga), tatkala Allah mema’lumkan, sesungguhnya jika kamu bersyukur pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya adzab-Ku sagat pedih.” (Qs. Ibrahim : 7) Dan dalam sebuah hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Aku melihat neraka dan aku melihat sebagian besar penduduknya adalah kaum wanita. Mereka (para sahabat) bertanya, ‘Mengapa demikian wahai Rasulullah? يكفرن العشير ويكفرن الإلحسان, لو أحسنت الى إحداهن الدهر, ثم رأت منك شيأ قالت : ما رأيت منك خير قط Mereka mendurhakai suami dan mengingkari kebaikannya. Sekiranya seorang dari mereka engkau perlakukan dengan baik sepanjang masa, lalu ia melihat sesuatu (kesalahan) darimu, ia akan berkata, ‘Aku tidak pernah melihat satu pun kebaikan darimu selama ini.” (HR. Bukhari dan Muslim) Wahai suamiku, segala puji bagi Allah sematalah kemudian karena sebab pendidikan orang tuaku yang baik, yang telah mempersiapkan dan mendidikku untuk menjadi seorang istri dan ibu rumah tangga yang baik, sehingga aku sadar bahwasanya pernikahan bukanlah surga yang tak ada problema, kesusahan dan kesulitan. Dan juga bukanlah neraka yang ada hanya kesusahan dan kesengsaraan. Semoga dengan sebab itu aku lebih siap dan tegar jika kesusahan, kesulitan datang menerpa. Wahai suamiku, Insya Allah engkau akan mendapatiku menjadi pendamping yang kokoh dalam mengarungi kehidupan rumah tangga ini, hanya kepada Allahlah aku memohon pertolongan. Allah Ta’aala berfirman : إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ “ Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.” (Qs. al-Fatihah : 5) Wahai suamiku, keinginanmu agar aku dekat dengan orang tuamu, akupun menginginkan hal yang demikian. Orang tuamu adalah orang tuaku juga. Dan aku ingin engkau tetap berbakti, melayani dan memberikan perhatian yang besar kepadanya walaupun engkau sudah menikah. Insya Allah aku akan membantumu untuk hal itu. Allah Ta’alaa berfirman : وَاعْبُدُوا اللهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا “ Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua (ibu dan bapak).” (Qs. an-Nisa’ : 36) Wahai suamiku, banyak hal yang tidak diperhatikan oleh sebagian istri tentang perkara-perkara yang membuat suaminya senang dan menghindari sesuatu yang membuat suaminya tidak suka. Di antaranya tampil apa adanya di depan suaminya, tidak mau berdandan dan mempercantik diri. Wahai suamiku, katakanlah kepadaku apa yang membuat dirimu senang sehingga aku berusaha untuk melakukannya dan katakanlah sesuatu yang membuatmu benci sehingga aku menjauhinya. Dan dalam sebuah hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : خير النساء التي تسره إذا نظر إليها و تطيعه اذا أمر ولا تخالفه في نفسها ولا مالها بما يكرها “ Sebaik-baik istri adalah yang menyenangkan suami apabila ia melihatnya, mentaati apabila suami menyuruhnya, dan tidak menyelisihi atas dirinya dan hartanya dengan apa yang tidak disukai suaminya.” (HR. ath-Thabrani dari ‘Abdullah bin Salam, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani) Wahai suamiku, sungguh sebuah keburukan kalau aku tidak bisa menerima kekurangan dirimu di mana kelebihanmu tak sebanding dengan kekuranganmu. Padahal aku tahu tak ada seorang yang sempurna. Apakah pantas aku bersikap seperti itu, sedangkan engkau ridha dan bershabar dengan berbagai kekurangan diriku. Wahai suamiku, ketika aku merasa lelah dalam mengurus pekerjaan rumah, aku teringat kisahnya seorang wanita yang mulia, pemimpin wanita di surga yang merasa keletihan ketika ia mengerjakan tugasnya sebagai ibu rumah tangga. Seorang wanita shalihah yang memiliki jiwa yang mulia, hati yang bersih dan akal yang terbimbing oleh syari’at yang agung. Semoga aku bisa meneladani keshabaran Fathimah putrinya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, bukan malah meneladani wanita yang akalnya menjadi tempat sampah pemikiran barat yang menamakan dirinya Feminisme. “ Suatu ketika Fathimah mengeluh kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam atas kelelahan yang ia rasakan sebab ia menarik alat penggiling hingga berbekas di kedua tangannya, menimba air dengan qirbah (tempat air pada masa itu) hingga qirbah membekas di lehernya, dan menyalakan api di tungku hingga mengotori pakaiannya. Itu semua terasa berat baginya. Lalu apa tanggapan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang hal itu? Beliau menasehati Fathimah dan Ali bin Abi Thalib agar bertasbih sebanyak 33 kali, bertahmid 33 kali dan bertakbir 33 kali setiap hendak tidur . Beliau bersabda kepada keduanya bahwa itu semua lebih baik dari pembantu (yang Fathimah minta –ed).” (HR. Bukhari dan Muslim) Wahai suamiku, seharusnya setiap istri sadar, termasuk diriku. Bahwa setiap suami mempunyai posisi dan status sosial yang berbeda. Ada di antara suami yang sangat dibutuhkan oleh keluarganya. Ada juga seorang suami yang memiliki kedudukan yang penting sehingga sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Ada juga seorang suami yang menjadi seorang da’i sehingga sangat dibutuhkan oleh ummat. Seharusnya setiap istri memperhatikan hal ini. Jika dia seorang suami yang sangat dibutuhkan keluarganya maka bantulah ia, dan relakanlah sendainya hak waktumu sedikit terkurangi. Bukan malah menghalangi dari keluarganya. Kalau dia seorang yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat atau ummat, maka bantulah ia, semangatilah ia dan berilah nasehat untuk ikhlas dalam melayani ummat dan bershabar atas mereka. Bukan malah bertindak seperti anak kecil yang merongrong suaminya hanya karena dia tidak selalu berada di sisinya. Atau sesekali ketika lagi bersendau gurau denganmu ia mengangkat telpon untuk sekedar memberikan nasehat atau saran kepada ummat. Wahai suamiku, semoga aku bisa memperhatikan hal ini. Dan aku pun sadar hakku telah kau tunaikan dengan baik. Wahai suamiku, aku teringat sebuah ayat yang seharusnya membuatku untuk berfikir dan merenungi sejauh mana aku merealisasikan ayat ini atau malah sebaliknya. Allah Ta’aala berfirman : وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى “ Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa.” (Qs. al-Maidah : 2) Ya Allah, jadikanlah aku istri shalihah yang membantu suamiku untuk taat kepada-Mu, berdakwah di jalan-Mu dan melakukan berbagai amalan kebaikan bukan malah sebaliknya menjadi fitnah baginya. Allah Ta’aala berfirman : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ “ Wahai orang-orang yang beriman, ‘Sesungguhnya di antara istri-itrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka.” (Qs. at-Taghabun : 14) Wahai suamiku, rezeki yang halal sudah sangat cukup bagiku. Nafkah yang kau berikan kepadaku sebagai bentuk tanggungjawabmu sebagai seorang suami sangatlah besar walaupun menurut sebagian orang dinilai kecil. Keindahan dan kebahagian hidup ini adalah ketika kita bisa bersyukur dan hidup dengan qana’ah. Ya Allah, aku berlindung kepadamu menjadi istri yang tidak pandai bersyukur yang bisanya hanya menuntut, terlebih lagi menjadi sebab suaminya mengambil yang haram. Dan dalam sebuah hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: قد أفلح من اسلم ورزق كفا, وقنعه الله بما آتاه “Sungguh beruntung orang yang masuk Islam, rezekinya cukup dan Allah memberikan kepuasan atas apa yang telah dikaruniakan kepadanya.“ (HR. Muslim dari ‘Abdullah bin Amr bin al-Ash) Dan dalam hadits yang lain Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: من يستعفف يعفه الله ومن يستغن يغنه الله “Barangsiapa yang menjaga kehormatan dirinya, maka Allah menjaga dirinya dan barang siapa yang merasa cukup, maka Allah akan memberi kecukupan baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim) لا ينظر الله الى امراة لا تشكر لزوجها وهي لا تستغني عنه “Allah tidak akan melihat kepada seorang wanita yang tidak bersyukur kepada suaminya, dan dia selalu menuntut (tidak pernah merasa cukup/qana’ah).” (HR. an-Nasa’i, al-Baihaqi, at-Tirmidzi dan ia berkata hadits ini sanadnya shahih dan disepakati oleh adz-Dzahabi dari ‘Abdullah bin ‘Amr) Wahai suamiku, perkenankanlah aku untuk meminta maaf atas kekurangan dalam melayanimu. Karena itulah adalah tugas dan kewajibanku. Hanya kepada Allah-lah aku memohon pertolongan untuk taat dan memberikan pelayanan yang terbaik kepada suamiku. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : اذا الصلت المراة خمسها, وصامت شهرها, وحصنت فرجها, وأطاعت بعلها, دخلت من أي أبواب الجنة شاءت “Apabila seorang istri mengerjakan shalat lima waktu, berpuasa pada bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan taat kepada suaminya, niscaya ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia kehendaki.” (HR. Ibnu Hibban dari Abu Hurairah Radiyallaahu ‘anhu) Wahai suamiku, maklumilah kalau engkau melihat diriku cemburu kepadamu karena inilah tabiat seorang wanita, disamping aku sangat mencintaimu. Ibunya kaum mukminin pun merasakan cemburu di hatinya, ketika ia berkata, “Aku tidak pernah merasa cemburu kepada salah seorang istri Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam seperti cemburuku kepada Khadijah, disebabkan seringnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyebut namanya dan sanjungan beliau kepadanya.” (HR. Bukhari). Insya Allah, kecemburuanku adalah kecemburuan yang wajar yang merupakan tabiat seorang wanita, bukan kecemburuan yang menghalangi suaminya untuk taat kepada Allah, atau kecemburuan yang menjadi sebab suaminya terjatuh kepada yang haram, atau bukan kecemburuan yang menghalangi suaminya untuk mengambil haknya untuk berpoligami. Tidak wahai suamiku…!!. Sungguh aku bukan seorang istri yang merampas hak suaminya dengan menghalanginya untuk berpoligami, jika memang dia menginginkan dan mampu untuk hal itu. Tetapi, aku -Insya Allah- seorang istri yang berusaha meneladani para istri Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, istri para istri shahabat dan para istri shalihah yang memegang teguh syari’at ini termasuk syari’at poligami. Allah Subhaanahu wa ta’aala berfirman : فَانكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً “Maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja.“ (Qs. an-Nisa’ : 3) وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالًا مُبِينًا “Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang nyata.” (Qs. al-Ahdzab : 36) Wahai suamiku, anak-anak kita adalah buah hati kita, buah cinta kita. Karunia yang Allah karuniakan kepada kita, sekaligus merupakan amanah yang Allah amanahkan kepada kita. Insya Allah, aku akan mendidiknya dengan pendidikan yang baik, dengan penuh kasih sayang dan kelembutan. Aku akan mendidiknya untuk mentauhidkan Allah, aku akan mendidiknya agar taat kepada Allah dan Rasul-Nya, aku akan mendidiknya agar berbakti kepada orangtuanya. Semoga Allah mengkaruniakan anak yang shalih dan shalihah kepada kita. Amiin. Sebagaimana Allah subhaanahu wa ta’aala berfirman : رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ “Ya Rabbku, berilah aku dari sisi-Mu seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar do’a.” (Qs. Ali Imran : 38) Wahai suamiku, tentu sebagai seorang muslimah aku mendambakan surga Allah dan khawatir terhadap neraka-Nya. Aku sering teringat sebuah hadits di mana Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : فانظري أين أنت منه, فإنما هو جنتك ونارك “Perhatikanlah posisimu terhadap suamimu sebab dia adalah surgamu dan nerakamu.” (HR. Ahmad dan al-Hakim dan selainnya, ia menyatakan hadits shahih dan disetujui oleh Imam adz-Dzahabi) Dan di antara jalan menuju surga adalah dengan mentaatimu. Sebagaimana Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : اذا الصلت المراة خمسها, وصامت شهرها, وحصنت فرجها, وأطاعت بعلها, دخلت من أي أبواب الجنة شاءت “Apabila seorang istri mengerjakan shalat lima waktu, berpuasa pada bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan taat kepada suaminya, niscaya ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia kehendaki.” (HR. Ibnu Hibban dari Abu Hurairah Radiyallahu ‘anhu) Dan sebaliknya di antara jalan menuju neraka adalah bersikap nusyuz kepadamu, durhaka dan tidak taat kepadamu. Wahai suamiku, Insya Allah aku akan selalu taat dan berbuat baik kepadamu dengan menjaga kehormatanku, menjaga diriku dari menyakitimu, tidak lalai melayanimu, tidak menggambarkan sosok wanita di hadapanmu, tidak keluar rumah tanpa seizinmu, tidak menyebarkan problema rumah tangga kepada orang lain dan tidak menolak ketika engkau mengajakku berhubungan. Sebagaimana Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : اثان لا تجاوز صلاتهما رءوسهما عبد ابق من مواليه حتى يرجع ومرأة عصت زوجها حتى ترجع “Ada dua orang yang mana shalat mereka tidak naik melewati kepala mereka ; yakni seorang budak yang lari dari majikannya hingga kembali kepadanya, dan seorang istri yang bermaksiat kepada suaminya hingga ia kembali taat.” (HR. ath-Thabarani, al-Hakim dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani di dalam ash-Shahihah dari ‘Abdullah bin Amr al-Ash Radiyallahu ‘anhu) إذا دعا الرجل امرأته إلى فراشه فأبت أن تجيء لعنتها الملا ئكة حتى تصبح “Apabila seorang laki-laki memanggil istrinya di ranjang (untuk berhubungan –ed) lalu istrinya enggan untuk datang, maka para malaikat akan melaknatnya hingga (waktu) shubuh.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radiyallahu ‘anhu) Wahai suamiku, aku mencintai dan menyayangimu, dekaplah aku di kehangatan cinta dan kasih sayangmu, belailah aku di kelembutan perhatianmu, hiburlah aku di canda dan tawamu semoga Allah melanggengkan rumah tangga kita dan mengumpulkan kita di dalam surga-Nya.

Senin, 09 Juni 2008

My Profile


Saya merupakan pria kelahiran Serang, tepatnya pada tanggal 12 Juli 1986. Anak ke 4 dari 4 bersaudara. Kedua Orang tuaku berasal dari daerah pandeglang, and so sy masih punya darah keturunan sunda.
Riwayat pendidikan saya dimulai dari SDN 03 Serang, dilanjutkan ke SLTPN 2 Serang, setelah itu masuk ke MAN 2 Serang.
Saat ini saya masih menjadi mahasiswa semester VIII program S1 pada Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayas Cilegon - Banten. Dan di jurusan ini pula saya mempunyai amanah sebagai asisten laboratorium sekaligus menjabat sebagai Koordinator Asisten Laboratorium Praktikum Dasar Keteknikan.
Di kampus ini juga saya banyak sekali menemukan berbagai macam jenis realita kehidupan, dari mulai sisi akademis, pekerjaan, organisasi, persahabatan, bahkan sampai masalah percintaan yang kadang membuat orang lupa akan tujuan hidupnya yang sebenarnya, tapi itu semua merupakan kisah kehidupan yang harus kita jalani. Yang penting kita harus selalu bersikap optimis terhadap segala permasalahan hidup yang terjadi, karena saya berprinsip bahwa "Jika saya berfikir saya bisa, maka saya akan bisa melakukannya" (If you ThinK you Can, You Can)
Tetapi itu semua tidaklah cukup jika tidak disertai dengan berdoa dan ikhtiar, karena kita sebagai manusia hanyalah mahluk yang kotor yang diciptakan dari segumpal air mani yang tersimpan dalam rahim kaum wanita....